Rabu, 04 November 2009

Hitung Zakat Penghasilan Dari Masa Kerja 3 Tahun


Kamis, 29/10/2009 10:58 WIB

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh

Pak Ustadz... saya bekerja di jepang selama tiga tahun dan sebentar lagi masa kerja saya di jepang akan berakhir. Karena saya belum mengetahui tentang zakat penghasilan pada tahun pertama dan kedua di jepang, bagaimana cara menghitung zakat saya? apakah tetap harus dirinci tiap-tiap pertahun ataukah langsung dihitung jumlah total pendapatan saya selama tiga tahun lalu baru dihitung zakatnya, atau hanya tabungan yang saya bawa saja yg dihitung zakatnya? lalu dihitungnya dalam jumlah yen(mata uang jepang) ataukah dalam bentuk ketika sudah dicairkan ke rupiah?

lalu bagaimana cara menghitungnya karena saya lupa dgn penghasilan2 yg telah lalu mengingat slip2 gaji tersebut tidak saya simpan dan berbeda2 yg saya dapatkan setiap bulannya karena faktor ada atau tidaknya lembur? berkisar antara 90000-120000 yen

saya juga tidak begitu mengerti tentang pendapatan bersih? apakah pendapatan bersih itu adalah pendapatan yg saya terima saya ketika gajian? ataukah pendapatan yg telah dikurangi oleh biaya kebutuhan hidup?

kebutuhan hidup saya rata-rata 30000 yen perbulan, membayar tabungan wajib yang harus dibayar sebesar 20000 yen perbulan dan untuk tabungan wajib ini langsung dicairkan ke rupiah setiap bulannya oleh badan penyalur tenaga kerja, dan sesekali mengirim uang ke Indonesia untuk membantu orang tua. apakah tabungan wajib ini termasuk kebutuhan ataukah tetap harus dihitung zakatnya? karena pada akhirnya tabungan wajib ini dapat saya terima kembali ketika sudah kembali ke tanah air.

lalu setelah zakat pendapatan, bagaimana dengan zakat harta saya?

dimanakah tempat untuk membayar zakat penghasilan dan zakat harta? adakah badan yang menangani zakat penghasilan dan zakat harta?

mohon penjelasannya pak ustadz karena saya khawatir dengan urusan zakat saya...

terima kasih

Eka Aditya

Jawaban

Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaan Bapak Eka Aditya yang sedang bertugas di negara Sakura. Mohon maaf baru sempat dijawab. Semoga etos kerja dan disiplin kerja di Jepang nantinya dapat dikembangkan di Indonesia. Amin.


1. Zakat penghasilan atau zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun bersama dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) halal yang memenuhi nisab (batas minimum untuk wajib zakat). Para ulama kontemporer dalam menentukan tarif zakat profesi juga berbeda, pendapat yang masyhur adalah pendapat Muhammad Abu Zahrah, Abdurahman Hasan, Abdul Wahhab Khollaf, Yusuf Qaradhawi, Syauqy Shahatah dan yang lainnya sepakat bahwa tarif zakat penghasilan profesi adalah 2,5 %.


Menurut ulama fiqih apabila sebelumnya muzakki belum mengetahui tentang zakat penghasilan yang wajib dizakati. Maka dimaafkan oleh Allah Swt, sabab Allah maha pemaaf dan tidak memberatkan umat-Nya. Sehingga cukup bagi bapak untuk berzakat pada tahun ini yang dapat dikeluarkan baik secara langsung setahun sekali atau boleh juga berangsur-angsur melalui pengeluarannya perbulan. Mengenai tabungan yang dimiliki jika sudah cukup nishab dan haul maka wajib berzakat. Jika ingin menunaikan zakatnya di negara jepang bisa mengeluarkan zakat dalam yen, atau juga sangat dianjurkan dikeluarkan di negeri tempat asal Bapak yaitu Indonesia , sehingga dalam menunaikan zakat bisa dirupiahkan terlebih dahulu.

2. Simulasi Menghitung Zakat Penghasilan
a. Perhitungan zakat dengan uang yen.

Misalnya Bapak memiliki penghasilan perbulan:
Gaji tetap 120.000 yen
Kebutuhan Pokok 30.000 yen
Asumsi nishab dengan 520 kg beras @ Rp. 4000
Nishab (Rp 2.080.000 setara uang yen 20.075 yen (dengan asumsi @1 yen = Rp. 103.61))
Zakatnya adalah 120.000-30.000 = 90.000 x 2,5 % = 2250 yen (wajib zakat yang dikeluarkan

b. Perhitungan zakat dengan uang rupiah.
Misalnya Bapak memiliki penghasilan perbulan:
Gaji tetap 120.000 yen setara Rp. 12.433.200
Kebutuhan Pokok 30.000 yen setara Rp. 3.108.300
Asumsi nishab dengan 520 kg beras @ Rp. 4000
Nishab (Rp 2.080.000)
Zakatnya adalah 12.433.200-3.108.300 = Rp. 9.324.900 x 2,5 % =Rp. 233.122 (wajib zakat yang dikeluarkan

3. Pendapatan bersih? Menurut Yusuf Al-Qardhawi pendapat yang terpilih tentang kewajiban zakat atas gaji, upah, dan sejenisnya, bahwa zakat tersebut hanya diambil dari pendapatan bersih. Model ini biasanya disebut dengan pendekatan netto. Dalam bahasa fikih ada hal-hal yang dapat menjadi pengurang harta wajib zakat, dengan bahasa fikihnya adalah "al fadhlu a'n alhawaaijul ashliyyah" atau "Az ziyadah a'la al haajah al ashliyyah" (kelebihan dari stándar kebutuhan hidup). Syarat ini sebenarnya tidak lepas dalam pembahasan nishab, ulama Hanafiyah menyebutkan bahwa di antara syarat harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah apabila harta tersebut mencapai nishab setelah dikurangi kebutuhan hidupnya.

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa zakat ditunaikan setelah dikurangi kebutuhan hidup standar, atau kebutuhan hidup yang pokok meliputi sandang, pangan dan papan, oleh sebab itu persyaratan yang diungkapkan oleh para ulama adalah kebutuhan pokok bukan kebutuhan secara umum.

Kebutuhan pokok (al haajah al ashliyyah) adalah kebutuhan yang dibatasi dengan kebutuhan pokok, jika tidak dibatasi sesungguhnya kebutuhan manusia sangatlah banyak bahkan mungkin tidak ada habisnya, apalagi di era sekarang ini yang senantiasa membutuhkan kebutuhan-kebutuhan pelengkap yang juga dianggap sebagai kebutuhan prinsip.

Oleh sebab itu, tidak setiap kebutuhan yang diinginkan dianggap sebagai kebutuhan pokok, karena seandainya anak Adam ini diberi dua lembah yang berisi emas pasti akan meminta yang ketiga. Akan tetapi yang dimaksud dengan kebutuhan pokok di sini adalah kebutuhan yang tanpanya manusia sulit mempertahankan eksistensinya, seperti kebutuhan pangan, sandang, dan perumahannya sebagaimana juga kebutuhan konsumsi intelektualnya dan penunjang profesinya."

Pada dasarnya zakat baru wajib dikeluarkan setelah dikurangi kebutuhan pokok. Firman Allah Swt : "Mereka bertanya apa yang harus diinfakkan (zakat) katakanlah "al a'fuw" (kelebihan harta)”. (QS. Al-Baqarah (2): 219).

Ibnu Abbas menjelaskan kata al a'fuw adalah kelebihan harta setelah menafkahi keluarga. Dengan demikian maknanya adalah harta yang wajib dizakati adalah harta yang berlebih dari kebutuhan pokok. Dalam Sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang dishahihkan oleh Ahmad Syakir dalam takhrij-nya yang artinya "Shodaqoh itu (zakat) hanya dibebankan kepada orang yang memiliki kecukupan harta". Dalam riwayat lain disebutkan "Tidak ada shadaqah (zakat) kecuali dibebankan kepada orang yang memiliki kecukupan harta". (HR. Imam Bukhori dalam shahihnya)

Pendapatan atau gaji bersih dimaksudkan supaya biaya hidup terendah seseorang bisa dikeluarkan karena biaya terendah kehidupan seseorang merupakan kebutuhan pokok individu. Zakat diwajibkan atas jumlah senisab yang sudah melebihi kebutuhan pokok sebagaimana telah ditegaskan di atas.

Apabila zakat penghasilan telah ditunaikan pada setiap bulannya maka di akhir tahun, ia tidak wajib lagi menunaikan zakat penghasilannya karena telah ditunaikan. Demikian pendapat Al-Qardhawi, "Apabila seorang muslim telah menunaikan zakat penghasilannya ketika dia memperolehnya maka dia tidak wajib lagi untuk menunaikannya di akhir tahun hal tersebut agar tidak terjadi double zakat terhadap penghasilan yang sama"

Jadi, pendapatan bersih yang dimaksud adalah pendapatan dikurangi kebutuhan pokok dan dengan demikian tabungan tidak termasuk dalam kebutuhan tersebut. Sebagaimana dalam contoh simulasi perhitungan zakat pada jawaban 2.

4. Banyak sekali lembaga zakat yang menangani zakat mal/harta agar zakat Bapak dapat tersalurkan kepada mereka yang berhak menerimanya. Sehingga bapak bisa dapat langsung menyalurkan kepada lembaga-lembaga (BAZ/LAZ) yang amanah. Diantaranya lembaga yang amanah di Indonesia seperti Dompet Dhuafa Republika dengan alamat Jl. Ir. H. Juanda No.50 Ciputat Indah Permai Blok C. 28 - 29 Ciputat. 15419 Telp. 021 741 6050 (hunting) // Fax. 021 741 6070. Rekening Atas Nama Dompet Dhuafa Republika: BNI Cab Ps Minggu a.c.No. 251.00092447.001, BMI Pusat Sudirman a.c.No. 301.00155.15, BCA Pd Indah a.c. No. 237.300472.3, Citibank IDR 3-000225-09/USD 3-000225-100, Bank Syariah Mandiri Pd Indah a.c. No. 004.001234.1, Bank Mandiri Pd Indah a.c. No. 101.0098300997. Atau Informasi via email Dompet Dhuafa Republika: dhuafa@cabi.net.id, atau bisa via online kunjungi: http://www.dompetdhuafa.org

Minggu, 08 Februari 2009

Adam dan Hawa di Taman

Adam dan Hawa di Taman
Di kamar tamu dalam rumah saya terpampang di dinding gambar Sitti Hawa sedang berbaring berisitrahat di dalam taman, hasil sulaman isteri saya berukuran 150 x 90 cm. Baru-baru ini seorang tamu mempermasalahkan gambar itu, mengapa dalam taman itu terdapat tiga ekor menjangan. Bukankah binatang tidak mempunyai ruh, sehingga di dalam surga atau taman Firdaus tidak ada binatang?

Hemat saya jawaban pertanyaan yang saya berikan kepadanya perlu saya tulis di kolom ini supaya tersiar lebih meluas, oleh karena memang pada umumnya orang berpendapat bahwa Adam dan Hawa mula-mula berada dalam taman Firdus atau surga di akhirat yang kelak akan ditempati oleh hamba-hamba Allah yang selamat. Artinya yang mula-mula di tempati oleh kakek dan nenek kita adalam di dalam Jannah, dan itu tidaklah di atas muka bumi ini.

Jannah, akar katanya dari tiga huruf: jim, nun, nun, yang arti dasarnya tidak dapat ditangkap mata, terlindung, terhalang. Suatu waktu tatkala saya masuk ke dalam rumah guru saya Allahu Yarham Al Ustadz DR S. Majidi, waktu itu beliau masih hidup, di papan tulis tertera tulisan jim, nun, nun dengan beberapa kata turunannya: Jinn, Jannah, Mujannah, Janin, Majnun. Jinn artinya makhluk yang tak dapat ditangkap oleh mata kasar, Jannah artinya tempat yang terlindung/teduh, yaitu taman, Mujannah alat yang melindungi diri dari tebasan pedang musuh, perisai, Janin yaitu makhluk yang akan menjadi manusia yang masih terlindung di dalam rahim, Majnun, orang yang pikirannya terhalang dari dunia nyata, orang gila.

Apa yang dimaksud Jannah dalam Al Quran? Walladziyna A-manuw wa'Amiluw shShaliha-ti Ula-ika Ashha-bu lJannati Hum Fiyha- Kha-liduwna (S. Al Baqarah 82), artinya: Orang-orang yang beriman dan beramal salih mereka itu penghuni al Jannah, mereka kekal di dalamnya (2:82). 'Indaha- Janntu lMa'wa- (S. AnNajm, 15), artinya: Dan di dekatnya Jannah tempat diam.
Dalam ayat di atas itu al Jannah dan Jannah berarti surga di akhirat kelak.
Selanjutnya marilah kita perhatikan ayat yang berikut: Wa Matsalu Lladziyna Yunfiquwna Amwa-lahumu bTigha-a Mardha-ti Llah wa Tatsbiytan min Anfusihim kaMatsali Jannatin biRabwatin Asha-baha- Wa-bilun (S. Al Baqarah, 265), artinya: Umpama orang-orang yang menafakahkan hartanya, karena mengharapkan ridha Allah dan menetapkan (keimanan) dirinya, seperti Jannah di dataran tinggi yang ditimpa hujan lebat.
Dalam ayat di atas Jannah berarti taman atau kebun di permukaan bumi ini.
Jadi menurut Al Quran yang dipergunakan sebagai kamus, Jannah dapat berarti surga di akhirat, atau dapat pula berarti taman di permukaan bumi ini, sesuai dengan konteks ayat itu masing-masing.

Selanjutnya marilah kita perhatikan ayat yang berikut: Wa Qulna- yaAdamu Skun Anta wa Zawjuka lJannata wa Kula- Minha- Raghadan Haytsu Syi'tuma- wa La- Taqraba- Hadzihi sySyajarata Fatakuwna- mina zhZhalimyn (S.Al Baqarah 35). Kami berfirman, hai Adam tinggallah engkau bersama isteri engkau dalam Jannah dan makanlah buah-buahan dengan senang yang engkau sukai dan janganlah engkau berdua dekati pohon kayu ini nanti kamu termasuk orang-orang yang aniaya.
Selanjutnya akan dikutip ayat yang berikut: Fa Azallahuma sySyaythanu 'Anha fa Akhrajahuma Mimma- Ka-na fiyhi wa Qulna- hbithuw Ba'dhukum liBa'dhin 'Aduwwun wa Lakum fiy lArdhi Mustaqarrun wa Mata-'un ilay Hiynin (S.Al Baqarah 36), artinya: Maka keduanya diperdayakan setan lalu keluarlah keduanya dari apa yang telah dialaminya tadi dan Kami firmankan turunlah kamu, sebahagian menjadi musuh dari sebahagian yang lain dan bagi kamu kediaman dan kesenangan di dunia hingga seketika (S.Al Baqarah 36).
(Sedikit catatan tambahan yang tidak berhubungan dengan pokok pembahasan kita. Yaitu bahwa Adam ditipu setan bukanlah atas pengaruh isterinya seperti yang diceritakan dalam Israiliyat. Jelas ayat itu mengatakan bahwa Fa Azallahuma sySyaythanu, Maka keduanya diperdayakan setan).
Manusia mulai dalam alam arwah, lalu arwah itu ditiupkan ke dalam janin dalam alam rahim ibu. Kemudian lahir ke luar ke alam syahadah. Seterusnya ruh dicabut berpindah ke alam barzakh, menunggu berbangkit dengan jasad yang baru pada hari berbangkit, lalu diadili, kemudian ke alam akhirat yang kekal. Dari hasil pengadilan itu yang selamat masuk jannah atau surga yang celaka masuk neraka. *)

Kalau kakek dan nenek kita Adam dan Sitti Hawa mula-mula tinggal dalam jannah atau surga yang sesungguhnya di akhirat kelak, maka ada enam keberatannya, dengan alasan 'aqliyah (rasional) dan naqliyah (scriptural).
Keberatan pertama, Adam dan Sitti Hawa ibarat dalam cerita science fiction menerobos waktu berjalan mundur dari akhirat ke alam dunia. (alasan 'aqliyah)
Keberatan yang kedua surga di akhirat itu diharamkan setan masuk di dalamnya. Dalam ayat di atas itu setan menipu keduanya dalam jannah. (Fa Azallahuma sySyaythanu, setan menipu keduanya). (alasan 'aqliyah dan naqliyah)
Keberatan ketiga, kalaulah jannah itu surga di akhirat, mengapa masih ada larangan bagi Adam dan Hawa untuk mendekati pohon itu (Janganlah engkau berdua dekati pohon kayu ini). (alasan 'aqliyah dan naqliyah)
Keberatan keempat, Adam dibuat dari tanah, "Engkau jadikan aku (iblis) dari api dan Engkau jadikan dia (Adam) dari tanah" (S. Al A'ra-f, 12). Karena Adam dijadikan dari tanah, maka ia dibuat di bumi ini. Tidak ada keterangan dalam Al Quran dan Hadits bahwa Adam dan Siti Hawa di"mi'raj"kan ke surga. (alasan 'aqliyah dan naqliyah)
Keberatan kelima, kalau itu surga yang sesungguhnya di akhirat, mengapa ada matahari di dalamnya: "Sesungguhnya engkau tiada lapar di dalamnya dan tiada pula bertelanjang. Dan sesungguhnya tiada engkau haus di dalamnya dan tiada (merasa panas) waktu matahari naik" (S. ThaHa, 118 - 119). (alasan 'aqliyah dan naqliyah)
Keberatan keenam: seperti ayat (S.Al Baqarah 36) yang telah dikutip di atas: "Qulna- hbithuw Ba'dhukum liBa'dhin 'Aduwwun", artinya: turunlah kamu, sebahagian menjadi musuh dari sebahagian yang lain. Adapun makna perintah Allah ihbithuw, turunlah, tidaklah seperti bidadari turun dari kayangan dalam dongeng. Kata turun, habatha, dalam Al Quran dipakai untuk pengertian air yang meluncur turun (S.Al Baqarah 74), Nabi Nuh AS turun dari kapalnya (S. Huwd 48) dan Banie Israil disuruh turun ke kota, go down town (S.Al Baqarah 61). Jadi perintah Allah ihbithuw, turunlah dalam pengertian topogarifs, dari tempat ketinggian di permukaan bumi ke tempat yang lebih rendah. Dengan demikian taman yang ditempati oleh Adam dan Hawa berada di sebuah dataran tinggi. (alasan naqliyah)

Walhasil jannah yang dimaksud tempat Adam dan Hawa bersenang-senang kemudian keduanya ditipu setan bukanlah dalam taman Firdaus, melainkan taman di tempat yang ketinggian di muka bumi ini. Lalu jangan terlena, ketiga ekor menjangan dalam gambar hasil sulaman isteri saya itu dapat dipertanggung-jawabkan. Perlu diketahui bahwa designer lukisan itu adalah saya sendiri. WaLlahu A'lamu bi shShawab. **)

*** Makassar, 8 September 1996 [H.Muh.Nur Abdurrahman]
*) Firman Allah SWT: Kayfa takfuru-na biLla-hi wa kuntum amwa-tan faahya-kum tsumma yumi-tukum tsumma yuhyi-kum tsumma ilayhi turja'u-n. Kuntum amwa-tan dalam keadaan mati, belum berjasad (alam arwah) - faahya-kum. janin ditiupkan ruh dihidupkan (alam rahim), lahir ke dunia (alam syahadah) - yumi-tukum, dimatikan, ruh berpisah dari jasad, jasad hancur menjadi tanah ruh pindah ke alam barzakh, yuhyi-kum, dihidupkan, ruh menempati jasad baru yang permanen (bukan dari tanah lagi) lalu bangkit (qa-ma, qiya-mun = berdiri, berbangkit). Iniliah yang disebut yawmu lqiya-mah, hari berbangkit. Bila tibanya hari berbangkit, atau hari kiamat itu? Secara kuantitatif, 10.000 tahun lagi, 100.000 tahun lagi? Itu rahasia Allah SWT. Namun secara kualitatif ialah apabila semua ruh di alam arwah sudah semuanya dituiupkan Allah ke dalam janin manusia, artinya apabila semua arwah di alam arwah sudah pindah semuanya ke alam syahadah menjadi manusia, dan semua manusia itu sudah menjalani kehidupan di alam syahadah, semua arwah sudah masuk alam barzakh, maka itulah saatnya yawmu lqiya-mah, hari kiamat. Adapun prolog hari kiamat ialah gempa global, seperti dalam Surah al Zilzal (silakan baca surah tersebut). Menyusul hari kiamat, atau hari berbangkit ialah semuanya dikumpulkan di Padang Mahsyar untuk diadili, inilah yang disebut dengan yawmu ddi-n, hari pengadilan, ini selalu kita baca pada waktu shalat: Maliki yawmi ddi-n, Allah adalah Raja atau Pemilik Hari Pengadilan. Sesudah diadili yang selamat masuk surga, yang tidak selamat masuk neraka, itulah Hari Akhirat yang kekal. [HMNA]
**) Ada dua catatan penting yang perlu diberikan terhadap tulisan di atas. Pertama; menggambar makhluk hidup (seperti manusia dan hewan) apalagi untuk dipajang adalah haram berdasarkan dalil-dalil al-Hadits yang sangat banyak dan tegas. Kedua; Adam dan Hawa sebelum diturunkan ke bumi memang tinggal di dalam surga. Keberadaan Adam dan Hawa serta Iblis di surga, larangan mendekati sebuah pohon, serta berhasilnya tipu daya Iblis merupakan skenario yang disiapkan oleh Allah sebelum menempatkan manusia (serta Iblis) di bumi. Dalil-dalil dari al-Quran dan al-Hadits tentang hal tersebut sangat banyak dan bukan pada tempatnya untuk kami kemukakan di sini satu-persatu. Keberatan-keberatan yang dikemukakan oleh HMNA bisa dijawab sebagai berikut. Jawaban terhadap keberatan pertama: surga dan neraka itu sudah diciptakan oleh Allah (sudah ada sekarang) meskipun nanti benar-benar " berfungsi" setelah berakhirnya alam dunia dan berlangsungnya alam akhirat. Jawaban terhadap keberatan kedua dan ketiga: adanya iblis dan larangan di surga ketika itu adalah dalam rangka skenario penempatan mereka di bumi. Dan fungsi surga ketika itu belum sama dengan fungsi surga setelah berlangsungnya alam akhirat kelak. Jawaban terhadap keberatan keempat: tidak ada kesulitan bagi Allah untuk menciptakan manusia dari tanah di bumi dan menempatkannya sementara di surga. Adapun bagaimana caranya, akal kita tidak mampu menjangkaunya. Jawaban terhadap keberatan kelima: justru dalam ayat itu menunjukkan bahwa di surga tidak ada matahari yang panas seperti di bumi. Jawaban terhadap keberatan keenam: perkataan habatha - ihbithuw artinya "turun dari ketinggian" dan tidak ada salahnya bila digunakan untuk mengungkapkan makna "turun dari surga ke bumi" walaupun caranya tentu tidak sama dengan cara turun dari tempat tinggi di bumi. Wallahu a'lam.